BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan
sunatullah, bahwa makhluk yang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik
laki-laki maupun perempuan. “Dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan kebesaran allah”.[1]
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita
kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan
dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah
merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan
hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dan
perempuan yang diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan,
keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi
keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling
kedua insan tersebut.
Masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat
dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci[2].
Negara Indonesia misalnya, masalah perkawinan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia
sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat
serius dalam hal perkawinan ini.
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian
pernikahan, mencari jodoh, meminang, tujuan dan fungsi pernikahan, syarat dan
rukun pernikahan serta thalaq dan kasus-kasus pernikahan.
1.2 Permasalahan
1. Apa pengertian pernikahan?
2. Bagaimana membentuk keluarga sakinah?
3. Bagaimana mencari jodoh?
4. Apa pengertian meminang?
5. Apa tujuan dan fungsi pernikahan?
6. Apa hukun dan dasar pernikahan?
7. Apa syarat dan rukun pernikahan?
8. Apa pengertian thalaq?
9. Apa macam-macam thalaq?
10. Apa kasus-kasus dalam pernikahan?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan
dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan
2
Untuk
mengetahui cara membentuk keluarga sakinah
3
Untuk
mengetahui cara mencari jodoh
4
Untuk
mengetahui pengertian meminang
5
Untuk
mengetahui tujuan dan fungsi pernikahan
6
Untuk
mengetahui hukun dan dasar pernikahan
7
Untuk
mengetahui syarat dan rukun pernikahan
8
Untuk
mengetahui pengertian thalaq dan macam-macamnya
9
Untuk
mengetahui kasus-kasus dalam pernikahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pernikahan
Pernikahan
adalah aqad yang membolehkan pergaulan antara
laki-laki dengan perempuan (suami-isteri), saling tolong menolong sesamanya dan
membatasi apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diridhoi Allah SWT. Aqad ialah ijab
dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan qabul ialah dari pihak calon suami
atau wakilnya.
Perkawinan
juga dapat diartikan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.[3]
Hadist
Rasulullah SAW: “Nikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak menjalankan
sunnahku, dia bukan umatku.”[4] Memahami hadist tersebut, bisa
diambil pemaknaan bahwa nikah adalah anjuran (bukan kewajiban) yang bisa
dikategorikan sebagai sunnah yang mendekati wajib, atau sunnah muakkad.
Meskipun demikian, anjuran untuk menikah ini bobotnya bisa berubah-ubah menjadi
wajib, makruh, mubah atau kembali ke hukum asalnya yaitu sunnah, sesuai dengan
kondisi dan situasi yang melingkupinya.
Dalil
nikah terdapat dalam Al-qur’an yaitu pada surah An Nisa 4: 1, Yasin 36:36, Adz Dzariyat 51: 49, dan
hadist Nabi.
2.2 Mencari
Jodoh
Islam
mengajarkan agar orang yang ingin berkeluarga memiliki calon pasangannya dengan
pertimbangan yang matang dan menjadikan agama sebagai bahan pertimbangan utama,
sebagaimana dinyatakan Nabi dalam sabdanya :
“Seorang
perempuan dikawini, karena empat hal: kecantikannya, hartanya, keturunannya dan
agamanya. Pilihlah karena agamanya, engkau akan memperoleh keuntungan (H.R.
Bukhari Muslim).”
Islam menganjurkan memiliki isteri yang sholihah, yaitu:
mematuhi ketentuan agama, jujur, bersikap luhur, memperhatikan hak suami dan
memelihara anak dengan baik. Wanita sholihah adalah wanita yang cantik, patuh,
baik dan amanah. Perhatikan juga kufunya: umur, kedudukan sosial, dan
pendidikan.
Dalam memilih calon suami ada beberapa syarat yaitu berakhlak
mulia, baik keturunan, tidak zalim, tidak fasik, bukan ahli bid’ah, bukan
pemabuk, tidak jahat, dan sedikit berbuat.
2.3 Meminang
Meminang adalah
menunjukkan atau menyatakan permintaan untuk penjodohan dari seorang laki-laki
kepada seorang perempuan atau sebaliknya baik secara langsung maupun dengan
perantara seseorang yang di percayai.[5]
2.3.1
Perempuan yang boleh dipinang
1. Wanita
yang tidak bersuami.
2. Wanita
yang tidak dalam thalak raj’i (thalak satu dan dua/dalam masa iddah.
3. Wanita
yang tidak ada halangan untuk dinikahi, baik halangan bersifat sementara atau
selamanya. Contoh Adik, anak, mertua dan lain-lain.
2.3.2 Perempuan
yang haram dinikahi
2.3.2.1
Perempuan
yang haram dinikahi selamanya
Perempuan
yang haram dinikahi selamanya, terdiri dari:
a. Dengan
sebab pertalian saudara atau nasab, yaitu :
1. Ibu,
termasuk nenek dari pihak ibu dan bapak dan seterusnya keatas.
2. Anak
perempuan termasuk cucu-cucu perempuan terus kebawah.
4. Saudara
perempuan kandung, seayah atau seibu.
5. Saudara
perempuan bapak, baik kandung maupun seayah atau seibu.
6. Saudara
perempuan ibu baik sekandung, seayah maupun seibu.
7. Anak
perempuan saudara laki-laki ( keponakan).
8. Anak
perempuan saudara perempuan.
b. Dengan sebab pertalian pernikahan, yaitu :
1. Mertua,
termasuk mertua tiri.
2. Anak
tiri, jika ibunya telah digauli.
3. menantu,
termasuk bekas menantu.
4. Ibu
tiri, termasuk yang telah dicerai.
c. Dengan sebab pertalian susuan (radla’ah) yaitu :
1. Perempuan
yang menyususi ( ibu susuan).
2. Saudara
perempuan sesusuan, baik kandung, seayah maupun seibu.
d.Dengan sebab Li’an (sumpah)
Li’an
adalah sumpah (sebanyak empat kali) suami yang menuduh istrinya berzina.
Apabila suami menuduh istrinya dengan berli’an maka suami istri tersebut telah
bercerai untuk selama-lamanya, tidak boleh kembali lagi kepada istrinya.
2.3.2.2 Perempuan yang haram dinikahi sementara
Haram dinikahi sementara, terdiri dari :
1. Perempuan
yang masih berada dalam ikatan pernikahan, kalau sudah dicerai serta telah
habis masa iddahnya boleh dinikahi.
2. Mengumpulkan
dua orang bersaudara.
3. Perempuan
yang dithalak dengan thalak tiga.
4. Wanita
dalam keadaan ihram (hajji).
5. Karena
perbedaan agama Q.S Al Baqarah (2) ayat 221.
6. Perempuan
zina (Q.S An Nur (24) ayat 3.
.
2.4 Tujuan,
Fungsi dan Hikmah Pernikahan
2.4.1 Tujuan Pernikahan
Tujuan
pernikahan ialah untuk memenuhi hajat
naluri manusia, sesuai petunjuk agama dalam rangka membentuk dan membina
keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia lahir batin, harmonis, sejahtera,
berdasar cinta kasih, dan kasih sayang, memenuhi perintah agama, menimbulkan
rasa tanggung jawab, hak dan kewajiban serta mendapatkan keturunan yang harus
dibina atau dipelihara dan dididik dengan baik. Agar kebahagiaan itu
dapat dicapai maka langkah kearah itu harus dimulai sejak awal. Sejak mulai
merencanakan membentuk rumah tangga, agama sebagai dasar hidup suami isteri
perlu sama sekali. Karena itu bagi setiap muslim akad nikah menurut ajaran
Islam adalah merupakan keharusan.
Agama Islam tidak akan mensyari'atkan sesuatu kecuali
untuk tujuan yang mulia. Demikian halnya dengan nikah, ia mempunyai
tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:
1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Nikah juga dalam rangka taat kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya. Apabila suami memiliki niat dan tujuan baik dalam
nikah seraya ikhlas hanya karena Allah SWT, Rasulullah SAW telah bersabda:
“Sesungguhmya semua perbuatan adalah dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang
tergantung dari niatnya.” (H.R. Muttafaqqun Alaih) Firman-firman Allah SWT dan
Hadits-hadits Rasul SAW telah menganjukan pernikahan dan menjelaskan bahwa
sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya memerintahkan hamba-Nya untuk menikah.
2. Untuk
'iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang), ihshon (membentengi diri)
dan mubadho'ah (bisa melakukan hubungan intim)
Pada
hakekatnya nikah merupakan shadaqah. Rasulullah SAW bersabda: "Dan di
kemaluan salah satu di antara kamu adalah shadaqah. Mereka berkata: Wahai
Rasulullah, apakah ketika salah satu di antara kami mendatangi syahwatnya akan
mendapatkan ganjaran? Rasulullah SAW menjawab: Coba lihat! Jika syahwat tadi
disalurkan ke tempat yang diharamkan, apakah ia akan kena dosa? Mereka
menjawab: Ya. Rasulullah SAW berkata: Begitupun halnya jika seseorang
menyalurkan syahwatnya ke tempat yang dihalalkan maka ia mendapat ganjaran
pahala." (H.R. Muslim dan An-Nasa'i)
Di atas juga
sudah disebutkan hadits Nabi SAW yang mensinyalir: "Tiga hak atas Allah
SWT dimana Dia akan membantu hamba-Nya, orang yang nikah karena ingin
menjauhkan perbuatan yang dilarang.” Ada Hadits yang mengungkap keutamaan
'iffah, bunyinya: “Ada tujuh orang yang akan mendapat lindungan Allah SWT pada
hari dimana tiada satupun perlindungan kecuali hanya perlindungan dan
naungan-Nya, di antara mereka adalah seorang pemuda yang dipanggil oleh seorang
wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan dia berkata: Aku takut kepada
Allah SWT.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Menghindari
fitnah bagi orang yang sudah menikah adalah lebih mudah ketimbang orang yang
masih membujang. Karena timbulnya fitnah adalah dari penglihatan, pendengaran
ataupun khayalan. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya: Wahai Maha
Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku kepada taat-Mu. Aisyah berkata: Wahai
Rasulallah SAW, kamu selalu memperbanyak doa seperti ini, apakah kamu sedang
dalam keadaan takut? Rasulullah SAW menjawab: Tiada yang bisa menentramkanku
wahai Aisyah! Hati manusia adalah antara dua jari dari beberapa jari milik
Allah SWT, maka jika Allah SWT menghendaki membalikkan hatinya. Dan Rasulullah
membalikkan jari telunjuk dan tengah. Nikah bisa menghalangi pandangan kepada
selain isteri. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: Melihat ke wanita adalah
anak panahnya iblis, maka barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada
Allah SWT niscaya Allah SWT akan memberikan ganjaran berupa iman yang bisa
ditemukan kemanisannya di dalam hati." (H.R.Abu Daud dan
at-Tirmidzi)
3. Memperbanyak ummat Muhammad SAW
Ini sesuai
dengan hadits Ma'qal bin Yasar, ia berkata, Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW dan berkata, Sesungguhnya saya suka kepada seorang wanita. Dalam
satu riwayat (memiliki harta dan kecantikan), tapi sayangnya dia tidak bisa
melahirkan, apakah saya layak untuk menikahinya? Rasulullah SAW menjawab.
Tidak. Kemudian laki-laki tadi datang kepada Rasulullah dengan hal yang sama
untuk kedua kalinya tapi Rasul tetap melarangnya. Selanjutnya dia datang ketiga
kalinya, Rasulullah SAW bersabda: "Nikahilah wanita yang disayangi dan
yang bisa memberikan anak, sesungguhnya aku orang yang memperbanyak ummat untuk
kalian semua.”
4. Menyempurnakan agama
Hal senada
telah diriwayatkan oleh Anas r.a., beliau berkata: Apabila seorang hamba
menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT
untuk separuh sisanya. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang dijaga
oleh Allah SWT dari dua keburukan maka ia akan masuk surga: Sesuatu di antara
dua bibir (lisan) dan sesuatu di antara dua kaki (kemaluan)." (H.R.
at-Tirmidzi, menurutnya, Hadits Hasan Gharib, diriwayatkan juga oleh al-Hakim
dalam Mustadrak, menurutnya, Isnadnya Shahih, al-Zahabi menyetujuinya dan
al-Bani mentash-hihkan dalam al- Sahihah)
5. Menikah termasuk sunnahnya para utusan
Allah
Rasulullah SAW
bersabda: "Empat perkara yang menjadi bagian sunnahnya para utusan Allah
SWT: Rasa malu, berwangian, siwak dan nikah." (H.R. at-Tirmidzi,
menurutnya: Hadits Hasan Shahih)
6. Melahirkan anak yang dapat
memintakan pertolongan
Allah untuk
ayah dan ibu mereka saat masuk surga. Dari sebagian sahabat, mereka mendengar
Rasulullah SAW bersabda,"Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke
dalam surga, namun mereka berkata, Wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah
ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan ibu mereka datang. Maka
Allah SWT berfirman, Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam surga, masuklah
kamu semua ke dalam surga! Mereka menjawab, Wahai Tuhan kami, bagaimana nasib
ayah dan ibu kami? Kemudian Allah menjawab, Masuklah kamu dan orang tuamu ke
dalam surga ." (H.R. Ahmad dalam musnadnya)
7. Menjaga
masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, meluasnya perzinaan dan lain
sebagainya.
8. Legalitas
untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi suami dalam
memimpin rumah tangga, memberikan nafkah dan membantu isteri di rumah.
9.
Mempertemukan
tali keluarga yang berbeda sehingga memperkokoh lingkaran keluarga.
10. Saling mengenal dan saling
menyayangi.
Dalam hal ini Allah SWT
berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
" (Q.S.A1 Hujuraat:13)
11. Menjadikan ketenangan dan kecintaan
dalam jiwa suami dan isteri
Allah
SWT telah bersinyalir dalam firman-Nya:
"Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang." (Q.S.Ar Ruum:21)
12. Sebagai pilar untuk membangun rumah
tangga islami yang sesuai dengan ajaran-Nya
Terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat
Allah SWT maka tujuan nikahnya akan menyimpang.
13. Satu tanda kebesaran Allah SWT
Kita melihat orang yang sudah menikah, awalnya mereka
tidak saling mengenal satu sama lainnya, tapi dengan melangsungkan tali
pernikahan hubungan keduanya bisa merekat.
14. Memperbanyak keturunan ummat Islam dan
menyemarakkan bumi melalui proses pernikahan
Rasulullah SAW telah bersabda: "Menikahlah kamu
sekalian dengan wanita yang kamu sayangi dan yang bisa melahirkan, maka
sesungguhnya aku bangga terhadap ummatku karena kamu pada hari kiamat.”
Imam al-Ghazali berkata, "Dalam
nikah ada lima manfaat yang bisa dipetik: Anak, menyalurkan hawa nafsu,
mengatur rumah tangga, banyak kelompok / kabilah dan perjuangan diri."
Beliau juga mengatakan, bagi yang menikah dengan tujuan ingin memiliki
keturunan maka ia akan mendapat ganjaran pahala dengan niat yang baik.
Dalam hal ini
beliau memperinci beberapa keterangan:
§
Kerelaan
mencintai Allah SWT untuk memiliki keturunan karena ingin meneruskan
generasi.
§
Mencari
kecintaan Rasulullah SAW untuk memperbanyak keturunan.
§
Mencari
berkah, memperkaya ganjaran pahala, meminta ampunan dosa melalui anak yang
shaleh setelah meninggal dunia.
Diriwayatkan
dari Umar r.a., ia berkata, "Sesungguhnya aku akan menikah sekalipun tidak
ada kebutuhan apapun dan aku ingin bersetubuh meskipun aku tidak memiliki hawa
nafsu." Lantas Umar ditanya, Apa yang membuatmu bisa berkeinginan seperti
itu wahai Amirul Mukminin?" Umar menjawab, "Saya ingin pada hari
kiamat nanti keluar dari diri saya orang yang dibanggakan oleh Nabi
SAW."
Imam Ahmad
berkata, "Demi Allah, sesungguhnya tangisan anak kecil yang meminta roti
menurutku adalah lebih baik daripada beribadah sunnah." Dari Sa'id bin
Jubair, ia berkata, "Ibnu Abbas berkata kepadaku, Apakah kamu sudah
menikah? Aku menjawab, Belum. Ibnu Abbas berkata lagi, Menikahlah kamu,
sesungguhnya sebaik-baiknya ummat adalah yang paling banyak wanitanya. (H.R. Bukhari)
Dari Abdullah
bin Mas'ud, ia berkata, Meskipun aku tahu bahwa usiaku hanya tinggal sepuluh
malam lagi, maka aku tidak akan melepaskan kedekatanku dengan isteri.
Imam Ahmad
ditanya, Apakah seseorang laki-laki akan diberikan ganjaran pahala jika ia
menikah meskipun tidak memiliki hawa nafsu?" Imam Ahmad menjawab,
"Ya, Demi Allah! Seorang anak akan memintakan ganjaran pahala. Dan
ganjaranpun tetap dapat sekalipun tidak menghasilkan anak."
Dari Maisarah,
ia berkata, Thawus telah berkata kepadaku, Hendaknya kamu menikah atau saya
katakan sesuai yang dikatakan Umar kepada Abu Zawaid: Apa yang membuat kamu
tidak menikah membuat kamu tergolong orang yang naif'. (Umar menganjurkannya
agar menikah, khususnya ketika melihat Abu Zawaid yang sudah berumur tua namun
belum menikah) .
Wahab bin
Munabbih berkata, Orang membujang (tidak menikah) adalah seperti pohon di tanah
kosong, gersang yang tidak ditumbuhi tanaman dimana ia menghadapinya begini dan
begini. Para Nabi meminta kepada Allah agar dikaruniakan anak.
Allah SWT
berfirman, mengisahkan Nabi Zakaria A.S.:
"Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar do'a." (Q.S.Ali Imran:38)
Allah SWT
berfirman juga:
“Dan (ingatlah
kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau
membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris Yang paling baik."
(Q.S.A1 Anbiyaa': 89)
Allah SWT juga
menceritakan Nabi Ibrahim dalam firmannya:
"Ya
Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang- orang yang tetap mendirikan
shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku." (Q.S.Ibrahim:40)
Allah SWT juga
berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan." (Q.S.Ar Ra'd:38)
Dengan
demikian, hati-hatilah dengan anjuran yang dilansir oleh para musuh Islam dalam
bentuk pembatasan Keturunan. Karena pada hakekatnya mereka berupaya untuk
melemahkan dan mematahkan umat Islam dengan cara yang tersebut. Dengan cara ini
mereka bisa memonitor generasi Islam yang tidak banyak.
15.Untuk
mengikuti panggilan 'iffah dan menjaga pandangan mata kepada hal-hal yang
diharamkan
2.4.2 Fungsi Pernikahan
Pernikahan berfungsi sebagai berikut
:
1. Mentaati
perintah Allah dan Rasul.
2. Menjaga
diri dari berbuat zina.
3. Mendapatkan
keturunan, meramaikan atau memakmurkan bumi serta memperbanyak umat.
4. Menenangkan
hati.
5. Mengatur
dan menertibkan hidup melalui isteri yang shalihah.
2.4.3 Hikmah
Pernikahan
Adapun manfaat atau hikmah
pernikahan itu antara lain :
a. Tersalurnya nafsu seksual dengan
sebaik-baiknya.
b. Mendapatkan keturunan yang
shaleh.
c. Menumbuhkan sifat kebapakan dan
keibuan.
d. Menumbuhkan aktifitas berusaha
mencari rezki yang halal.
e. Memperteguh rasa kasih sayang
baik antara sesama keluarga maupun famili.
2.5 Hukum
dan Dasar Pernikahan
2.5.1 Hukum
Pernikahan
Pernikahan dapat digolongkan
kepadalimamacam hukum, yaitu :
a.
Wajib, Pernikahan wajib bagi orang yang
sudah berkeinginan untuk menikah, mampu menanggung resiko dan tanggung jawab
serta merasa kuatir dirinya terjerumus kepada perzinaan apabila tidak menikah.
b.
Sunnah, Pernikahan hukumnya sunnat bagi
orang yang berkeinginan untuk menikah, mampu menanggung resiko dan tanggung
jawab, tetapi ia tidak kuatir dirinya terjerumus kepada perzinaan apabila tidak
menikah.
c.
Haram, Pernikahan hukumnya haram bagi
orang yang mengetahui dirinya tidak mampu hidup berumah tangga dan melaksanakan
kewajibannya sebagai suami isteri. Demikian juga haram menikah bagi orang yang
memiliki tujuan menikah untuk menyakiti isterinya.
d.
Makruh, Pernikahan hukumnya makruh bagi
orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan pelayanan yang selayaknya,
sementara ia sendiri belum mempunyai keinginan untuk menikah.
e.
Mubah, Perkawinan dihukumkan mubah
(boleh) bagi orang yang berkeinginan untuk menikah sedangkan ia sendiri mampu
menjaga dirinya untuk tidak berzina.
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى
مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا
فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (32) وَلْيَسْتَعْفِفِ
الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (QS.
Annur (24) ayat 32-33)
2.5.2 Dasar
Pernikahan
Dasar pernikahan menurut Islam adalah satu isteri
(monogami), lebih dari satu isteri adalah alternatif dengan syarat berat sekali
(kemampuan lahir batin: Surat An Nisa 4: 3).
Pernikahan
sebagai bagian dari ajaran Islam telah dinyatakan Allah dalam firman-Nya dan
Sunnah Nabi Muhammad saw antara lain :
1.
Q.S Ar Rum (30) ayat 21
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ
لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
2.
Q.S
An Nisa’ (4) ayat 1
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
Artinya: “Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu,
dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…”.
3.
Sabda
Rasulullah SAW
“Dari Abdullah bin Mas’ud
Rasulullah berkata kepada kami : “Hai para pemuda siapa sanggup diantara kamu
untuk menikah maka hendaklah dia menikah karena sesungguhnya pernikahan itu
akan merendahkan penglihatan dan lebih memelihara kehormatan dan siapa yang
tidak sanggup untuk menikah maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya
puasa itu laksana pengebirian. (H.R Bukhari dan Muslim).”
4.
QS.
An-Nur (24) : 32
“Dan nikahkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberianNya) dan Maha Mengetahui”.
5.
QS.
Adz Dzariyaat (51) : 49
“Dan segala sesuatu kami jadikan
berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
6.
QS.
Yaa Siin (36) : 36
“Maha Suci Allah yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
7.
Qs.
An Nahl (16) : 72
“Bagi
kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian
sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak
cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik”.
8.
Qs.
At Taubah (9) : 71
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
9.
Qs.
Al Ahzaab (33) : 36
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang
mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada
bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata.”
10.
Qs.
An Nuur (24) : 26
“Wanita
yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang
baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah
(yaitu : Surga).”
2.6 Syarat
dan Rukun Pernikahan
2.6.1 Syarat
Pernikahan
a.
Calon pengantin pria syaratnya:
1.
Beragama Islam
2.
Laki-laki (bukan banci)
3.
Orangnya diketahui, jelas, tak
ragu-ragu
4.
Tidak ada larangan nikah dengan
calon pengantin wanita
5.
Mengenal dan mengetahui calon
istrinya
6.
Rela, tak dipaksa
7.
Tidak sedang ihram
8.
Tidak mempunyai istri yang dilarang
dimadu dengan calon istrinya
9.
Tidak ada larangan lain, misalnya
istrinya sudah empat orang
b. Calon
pengantin wanita syaratnya:
1.
Beragama Islam
2.
Wanita asli
3.
Orangnya diketahui, jelas
4.
Tidak dalam masa ‘iddah
5.
Tidak dipaksa
c. Calon
wali syaratnya:
1.
laki-laki.
2.
Islam.
3.
Baligh.
2.
Berakal.
3.
Merdeka.
4.
Adil, menjalankan perintah agama.
5.
Tidak sedang melaksanakan ihram (haji).
d.
Syarat-syarat saksi yaitu:
1.
Islam
2.
Baligh
3.
Berakal
4.
Merdeka
5.
Laki-laki
6.
Adil, menjalankan perintah agama
7.
Tidak sedang melaksanakan ihram
(hajji)
لانكاح إلا بولي وشاهدي عدل. (رواه
الشيخان)
“Tidaklah sah nikah tanpa wali
dan dua orang saksi yang adil”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2.6.2 Rukun
Pernikahan
1.
Calon suami
Syaratnya yaitu: islam, tidak
dipaksa, bukan mahramnya, tidak sedang melakukan ibadah haji atau umrah.
2.
Calon isteri
Syaratnya yaitu: islam, tidak
dipaksa, bukan mahramnya, tidak sedang melakukan ibadah haji atau umrah, tidak
dalam masa iddah, tidak bersuami, telah mendapatkan ijin dari wali.
3.
Dua orang saksi
Syaratnya
yaitu:
a.
Dua orang laki-laki atau satu orang
laki-laki
b.
Ditambah dua orang wanita
c.
Muslim
d.
Baligh
e.
Berakal (mendengar dan mengerti
maksud nikah)
4.
Ijab qabul
Ijab qobul dilakukan dengan mengatakan nikah
atau zawaj, ada kecocokan antara ijab dan qobul, berturu-turut dan tidak ada
syarat yang memberatkan.
Ijab atau perkataan dari wali: “Hai…1) Saya
nikahkan kamu dengan anak saya bernama….2) dengan maskawin ….3) kontan/hutang….4)”.
Langsung dijawab (qa-bul) oleh calon pengantin laki-laki: “Saya terima
nikahnya….2) anak Bapak, dengan maskawin….3) kontan/hutang….4)”
Keterangan:
1. Sebut nama pengantin laki-laki
2. Sebut nama pengantin wanita
3. Sebut nama dan ukuran maskawainnya.
Misal: “emas seberat 5 gram”
4. Sebut “kontan” apabila maskawinnya ada
dan dibayar kontan, dan sebut “hutang” apabila maskawinnya dihutang
5.
Wali, yaitu orang yang bertanggung
jawab untuk mengawinkan anak gadisnya atau orang yang dibawah perwaliannya.
Syarat wali yaitu : islam, dewasa,
sehal akalnya dan tidak fasik.
Orang-orang
yang berhak menjadi wali nikah berdasarkan keturunan, yaitu:
1.
Bapak kandung.
2.
Kakak laki-laki.
3.
Saudara laki-laki sekandung.
4.
Saudara laki-laki sebapak.
5.
Saudara laki-laki seibu.
6.
Anak laki-laki saudara laki-laki
sekandung
7.
Anak laki-laki saudara seayah.
8.
Paman dari pihak bapak.
9.
Anak lkai-laki dari paman dari pihak
bapak.
Macam-macam
wali dari segi haknya, yaitu:
1. Wali
Mujbir (paksa), adalah wali yang mempunyai kekuatan untuk menikahkan anaknya
dengan ketentuan anak tersebut di bawah umur atau kurang waras.
2. Wali
Hakim, adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali, atau walinya menolak
menikahkan anaknya
6.
Mahar
7.
Di satu tempat (satu ruangan)
2.7 Putusnya
Ikatan Pernikahan
1. Kematian
Bila salah
seorang di antara suami isteri meninggal dunia, maka putuslah ikatan
pernikahannya. Seorang suami dapat melakukan pernikahan lagi dengan wanita
lain, begitu pula dengan sang isteri. Isteri boleh melakukan pernikahan lagi dengan
laki-laki lain setelah habis masa iddahnya (menunggu) yang lamanya telah
ditentukan oleh syari’at.
Masa iddah atau masa menunggu bagi seorang isteri yang
ditinggal mati suaminya adalah:
1.
Sampai melahirkan, kalau ia sedang
hamil
2.
4 bulan 10 hari, apabila dalam
keadaan suci.
2. Thalaq
Thalaq artinya
lepasnya ikatan. Thalaq adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasan ikatannya dengan mempergunakan kata tertentu[6]. Dalam
arti syari’at thalaq berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan lafaz thalaq
atau lafaz lain yang identik dengan thalaq. Di dalam ajaran Islam thalaq bukan
suatu hal yang disukai bahkan dibenci meskipun tidak diharamkan.
Dilihat dari segi keadaan isteri
yang dijatuhi thalaq, maka thalaq itu ada dua macam, yaitu :
1. Thalaq
sunni, yaitu thalaq yang
dijatuhkan suami kepada isterinya dalam keadaan suci dan belum dicampuri oleh
suami.
2. Thalaq
bid’i, yaitu thalaq yang dilakukan oleh suami kepada isterinya
dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci tetapi sudah dicampurinya. Thalaq ini hukumnya haram.
Dilihat dari segi tidaknya ucapan
thalaq, thalaq terbagi menjadi dua yaitu:
a.
Thalaq sharih, thalaq dengan
kata-kata yang jelas dan tegas
b.
Thalaq kinayah, thalaq dengan
kata-kata sindiran atau samaran.
Dilihat dari segi boleh tidaknya
suami merujuk isterinya, thalaq dapat
dibagi dua bagian, yaitu :
a. Thalaq
raj’i
Thalaq raj’I yaitu thalaq yang
membolehkan bekas suami untuk merujuk bekas isterinya sebelum masa iddah sang
isteri habis. Kembalinya suami kepada isterinya pada masa ini tidak perlu
pernikahan baru dan hanya berlaku pada thalaq satu dan dua.
b. Thalaq
ba’in
Thalaq ba’in yaitu thalaq
yang tidak membolehkan suami untuk merujuk bekas isterinya, tetapi
harus dengan pernikahan baru. Thalaq ini
terbagi dua yaitu :
1. Thalaq
ba’in sugra, yaitu thalaq yang
tidak membolehkan bekas suami merujuk bekas isterinya, tetapi harus melalui
perkawinan baru. Thalaq ini adalah thalaq yang
dijatuhkan kepada isteri dengan disertai ‘iwadl (pengganti).
2. Thalaq
ba’in kubra, yaitu thalaq tiga,
dimana bekas suami tidak dibolehkan mengawini kembali bekas isterinya, kecuali
bekas isterinya telah dinikahi terlebih dahulu oleh orang lain, telah bergaul
dengan suami barunya dan kemudian dicerai.
3. Khulu’
Khulu’ adalah
perceraian antara suami isteri dengan cara membayar uang ‘iwadl (pengganti). Isteri dibolehkan meminta khulu’ pada suaminya dengan syarat :
1.
Suami berzina dengan perempuan lain.
2.
Suaminya pemabuk.
3.
Suaminya tidak menajalankan ajaran
Islam.
4.
Isteri tidak senang lagi dengan
tingkah laku suami.
Thalaq yang jatuh
dengan ‘iwadl tidak dapat dirujuk, kecuali dengan perkawinan
baru.
4. Fasakh
Fasakh adalah
perceraian yang diputuskan oleh hakim atas permintaan pihak isteri. Hal ini
boleh dilakukan dengan syarat :
1. Suami
gila.
2. Suami
berpenyakit kusta, sopak.
3. Suaminya
sakit kelamin, ssehingga tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan biologis
isterinya.
4. Suaminya
tidak dapat memberi nafkah.
5. Suaminya
hilang tidak tentu adanya.
5. Syiqaq
Syiqaq adalah
perceraian yang diakibatkan oleh pertengkaran di antara suami isteri serta
tidak dapat didamaikan lagi.
6. Iddah
Iddah adalah
masa menunggu bagi perempuan yang diceraikan atau ditinggal mati oleh suaminya
untuk dapat menikah lagi dengan laki-laki lain. Masa iddah yang dijalani oleh perempuan itu beraneka
ragam, yakni :
1. Iddah
isteri yang dicerai dan dia masih haid, lama iddahnya tiga kali quru’ (suci).
2. Iddah
isteri yang dicerai dan sudah tidak lagi haid (menopause), iddahnya tiga bulan.
3. Iddah isteri yang ditinggal mati suami, lamanya 4 bulan
10 hari.
4. Iddah
isteri yang dicerai dalam keadaan hamil, lamanya sampai melahirkan.
2.8 Kasus-kasus
Pernikahan
1. Taklik Thalaq (janji setelah nikah)
Taklik
thalaq adalah thalaq yang dikaitkan dengan sesuatu, jika sesuatu
itu terjadi maka thalaq dianggap jatuh. Dalam
pelaksanaannya seorang isteri meminta suaminya untuk berjanji dengan cara
mengucapkan ta’lik thalaq, yaitu thalaq yang
dikaitkan (ta’lik) dengan perbuatan suami antara lain:
1.
Jika meninggalkan isteri selama dua
tahun berturut turut.
2.
Tidak memberi nafkah wajib kepada
isteri selama tiga bulan.
3.
Menyakiti badan/ jasmani isteri.
4.
Membiarkan isterinya enam bulan
berturut-turut.
Apabila peristiwa itu terjadi maka
isteri dapat mengadukan suaminya ke Pengadilan Agama dan membayar uang ‘iwadl kepada suaminya maka jatuhlah thalaq satu kepada isterinya. Ta’lik thalaq semacam ini sah, jika suami menerima
dan mau mengucapkan janjinya serta dibuktikan dengan membubuhkan tanda
tangannya.
2. Perkawinan
campuran
a.
Perkawinan campuran adalah
perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan
karena perbedaan kewarganegaraan.
b. Perkawinan
antar orang yang berbeda warga Negara, jika keduanya orang Islam maka
dinikahkan di KUA.
c. Perkawinan
antar dua pemeluk agama berbeda. Islam tidak mengatur dan tidak ada dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Islam melarang perkawinan dua pemeluk agama
berbeda. Hal tersebut dilarang karena:
§ Dalam
satu keluarga harus satu akidak atau satu tauhid. Bila berbeda agama berarti
lepas hubungan kekeluargaan, termasuk hak waris.
§ Tujuan
perkawinan adalah menciptakan ketenangan, kasih sayang dan kesejahteraan serta
keturunan, maka harus satu komando, atau satu agama.
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ
حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ
أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ
مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ
يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ
وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ.
“Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang
musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran”.(QS. Al-Baqarah (2) ayat 221)
Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan mana saja yang masuk ke dalam suatu kaum yang bukan
dari golongannya, maka tidak ada tanggungjawab Alah sedikit pun atas dirinya,
dan Allah tidak akan memasukkan ke surga. Dan siapapun laki-laki yang
mengingkari anaknya sedang ia melihatnya, maka Allah akan menghijab (menutup)
dirinya dan ia akan dihinakan dihadapan banyak makhluk”.
Konflik
keluarga biasanya disebabkan:
(1)
Tidak ada kesatuan antara suami dengan isteri
(2) Rumah
tangga tanpa agama
(3)
Rumah tangga banyak agama
(4)
Pengaruh orang tua
Akibat
perkawinan campuran:
a.
Kerenggangan antar keluarga suami/isteri
b.
Keluarga berbeda agama akan terkucil dan sulit kembali ke keluarga besarnya
c.
Kesulitan perkembangan anak
3. Kawin Hamil
Kawin
hamil adalah pernikahan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang
wanita yang telah dihamilinya. Seorang wanita yang hamil di luar nikah dapat
dikawinkan dengan seorang laki-laki yang menghamilinya [7].
Perkawinan tersebut dapat dilakukan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran
anaknya. Bagi keduanya tidak perlu melakukan pernikahan ulang setelah anak yang
dikandungnya lahir.
4.
Nikah Mut’ah (kontrak pernikahan)
Kata
Mut’ah artinya bersenang-senang untuk sementara. Nikah mut’ah yaotu pernikahan
seorang laki-laki dan seorang perempuan selama waktu tertentu. Nikah mut’ah
menyalahi ketentuan dalam syari’at pernikahan, adanya pembatasan waktu
pernikahan, tak ada cerai, tak ada iddah, dan tak ada waris, tidak dijiwai oleh
keinginan membangun kehidupan keluarga selama waktu yang dikehendaki oleh Allah
dan semata-mata untuk pemuas nafsu.
Rasulullah
SAW bersabda: “Dahulu saya pernah mengizinkan kamu sekalian
menikahi perempuan secara mut’ah, tetapi kini Allah telah mengharamkannya
sampai hari kiamat. Barang siapa yang masih mempunyai istri yang dinikahi
secara mu’ah, hendaklah melepaskannya dan janganlah kamu meminta kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka”. Sayyidina Ali RA.
Berkata: “Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah…”. (HR. Muttafaq
‘alaih)
Dalam
pernikahan muth’ah disebutkan masa berlakunya kontrak dan setelah mas itu
berakhir maka dengan sendirinya pernikahan tidak berlaku lagi. Hanya dinyatakan
sah oleh kaum Syiah Itsna Asyariyah atau
disebut kaum Syiah Imamiyah.
Zamakhasyari
dalam kitabnya Al-Kasysyaf menolak bahwa surat An-Nisa ayat 24 berkenaan dengan
pembolehannya dilangsungkan pernikahan muth’ah. Menurutnya, muth’ah berarti
kesenangan atau keuntungan. Laki-laki mengambil keuntungan dengan melampiaskan
hasratnya dan wanita mengambil keuntungan dari mahar yang diberikan.
5. Perjanjian Perkawinan
Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang
diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan. Biasanya perjanjian dibuat untuk
kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing suami atau
isteri, isinya diserahkan kepada para pihak. Perjanjian perkawinan berlaku
sejak perkawinan berlangsung. Berdasarkan KUH perdata, perjanjian perkawinan tidak
dapat diubah. Menurut UU perkawinan perubahan dimungkinkan asal tidak merugikan
pihak ketiga. Perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis, disahkan pegawai
pencatat perkawinan. Perjanjian perkawinan disebut juga perjanjian pra nikah.
Pada UU Perkawinan No.1
tahun 1974 Bab V pasal 29 dinyatakan :
(1) Pada
waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihka atas persetujuan
bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
tersangkut.
(2) Perkawinan
tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar hukum, agama dan keasusilaan.
(3)
Selama
perkawinan dilangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuai bila dari
kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan
pihka ketiga.
6. Poligami
Q.S.
An-Nisa (4:3)
“Dan jika kamu tidak takut tidak akan berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.”
Q.S. An-Nisa (3:129)
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara
istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Makna yang terkandung dalam surat
An-Nisa ayat 3 yaitu:
1.
Untuk memberi bimbingan kepada kaum
muslim menghadapi situasi setelah perang Uhud.
2.
Bilangan dua, tiga atau empat
merupakan langkah pembatasan sekaligus koreksi atas tradisi poligami tanpa
batas pada waktu itu.
3.
Poligami diperbolehkan daripada
melakukan perbuatan maksiat seperti zina.
Pengadilan hanya memberi ijin
berpoligami, apabila [8] :
1.
Istri tidak bisa menjalankan
kewajibannya sebagai istri.
2.
Istri mendapat cacat badan atau
penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
3.
Istri tidak dapat memberikan
keturunan.
Dalam
mengajukan poligami harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
1.
Ada persetujuan istri.
2.
Adanya keputusan bahwa suami mampu
menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
3.
Adanya jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
7. Nikah
Siri
Nikah
sirih adalah nikah yang disembunyikan / tidak diketahui masyarakat /
dirahasiakan / tidak ada catatan di kantor urusan agama (KUA).
Dalam
syarat dan rukun pernikahan yang terdiri dari calon pengantin laki-laki dan
perempuan, wali nikah, dua orang saksi, mahar dan ijab qobul, jika semua telah
terpenuhi maka pernikahan dianggap sah. Maka dalam perspektif Islam, nikah siri
relatif dianggap sah.
Lalu
mengapa nikah siri dipermasahkan?
1.
Al-qur’an
menganjurkan mencatat tentang sesuatu yang berhubungan dengan akad.
2.
Berdasarkan
dalil-dalil ushuliyyun serta kaidah-kaidah fiqihnya, kalangan fuqoha
mengklasifikasi boleh dan tidaknya pernikahan siri dilakukan tergantung lengkap
tidaknya syarat dan rukun nikah, serta aspek manfaat dan mudharatnya.
3.
`Secara hukum[9] disebutkan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicacat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
4.
Pernikahan
adalah suatu proses hukum, sehingga hal-hal yang muncul atau tindakan akibat
pernikahan adalah tindakan hukum yang mendapatkan perlindungan secara hukum.
5.
Jika
suatu saat pihak laki-laki pernikahan, dia tidak akan mendapat sanksi apapun
karena tidak ada bukti otentik.
6.
Sebagai
ad-dien yang sempurna, dimana pemenuhan janji kepada Allah mestinya juga
sejajar dengan pemenuhan janji kepada manusia.
7.
Nikah
siri tidak mempunyai akta nikah, yang secara hukum negara dianggap illegal.
8.
Segala
hal yang illegal meski sebagian kalangan menganggapnya sah sebenarnya hanya
bisa dilakukan pada situasi tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernikahan
adalah aqad yang membolehkan pergaulan antara
laki-laki dengan perempuan (suami-isteri), saling tolong menolong sesamanya dan
membatasi apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diridhoi Allah SWT.
Islam
mengajarkan agar orang yang ingin berkeluarga memiliki calon pasangannya dengan
pertimbangan yang matang dan menjadikan agama sebagai bahan pertimbangan utama.
Dalam meminang
harus mengetahui perempuan yang boleh dipinang dan yang haram dipinang. Baik
perempuan yang haram dipinang selamanya maupun haram dipinang sementara.
Tujuan
pernikahan ialah untuk memenuhi hajat
naluri manusia, sesuai petunjuk agama dalam rangka membentuk dan membina
keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia lahir batin, harmonis, sejahtera,
berdasar cinta kasih, dan kasih sayang, memenuhi perintah agama, menimbulkan
rasa tanggung jawab, hak dan kewajiban serta mendapatkan keturunan yang harus
dibina atau dipelihara dan dididik dengan baik.
Pernikahan
baru dapat dikatakan sah apabila terpenuhinya syarat dan rukun pernikahan. Rukun
pernikahan terdiri dari calon pengantin pria, calon pengantin wanita, wali, dua
orang saksi, mahar dan ijab qabul.
Salah
satu penyebab putusnya ikatan pernikahan adalah thalaq. Thalaq dapat dilihat
dari segi keadaan istri yang dijatuhi thalaq, segi tidaknya ucapan thalaq, segi
boleh tidaknya suami merujuk istrinya.
Kasus-kasus
pernikahan terdiri dari taklik thalaq, perkawinan campuran, kawin hamil, nikah
mut’ah, perjanjian perkawinan, poligami, dan nikah siri.
3.2 Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima masukan dan arahan serta kritik yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Slamet, Drs. H. Aminudin. 1999. Fiqh
Munakahat I. Bandung : CV Pustaka Setia
Al-Utsaiin Muhammad Sholeh, Syekh Abdul Aziz Ibn Muhammad
Dawud. 1991. Pernikahan Islami : Dasar Hidup Berumah Tangga. Surabaya : Risalah
Gusti
Idris ramulyo Muh. 1996. Hukum Perkawinan
Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Rasjid Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung :
Sinar Baru Algensindo
Syarifuddin Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang – Undang Perkawinan. Jakarta :
Kencana
Dikutip dari website:
http://almanhaj.or.id/content/3232/slash/0/tujuan-pernikahan-dalam-islam/ diakses pada tanggal 19 Juli 2014
http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/09/macam-hukum-pernikahan-islam-535396.html diakses pada tanggal 19 Juli 2014
http://ghofur-ulya.blogspot.com/2012/07/dasar-dasar-hukum-pernikahan.html diakses tanggal 18 Juli 2014
http://journal.uniba.ac.id/index.php/sh/article/view/174
diakses pada tanggal 20 Juli 2014
http://hukum.unsrat.ac.id/ma/kompilasi.pdf
diakses tanggal 18 Juli 2014
http://www.oaseimani.com/manfaat-dan-fungsi-menikah-subhanallah-awesome.html diakses pada tanggal 20 Juli 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar