Senin, 25 Agustus 2014

Pernikahan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa makhluk yang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-laki maupun perempuan. “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan kebesaran allah”.[1]
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut.
Masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci[2]. Negara Indonesia misalnya, masalah perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat serius dalam hal perkawinan ini.
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian pernikahan, mencari jodoh, meminang, tujuan dan fungsi pernikahan, syarat dan rukun pernikahan serta thalaq dan kasus-kasus pernikahan.

1.2  Permasalahan
1.    Apa pengertian pernikahan?
2.    Bagaimana membentuk keluarga sakinah?
3.    Bagaimana mencari jodoh?
4.    Apa pengertian meminang?
5.    Apa tujuan dan fungsi pernikahan?
6.    Apa hukun dan dasar pernikahan?
7.    Apa syarat dan rukun pernikahan?
8.    Apa pengertian thalaq?
9.    Apa macam-macam thalaq?
10.  Apa kasus-kasus dalam pernikahan?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.    Untuk mengetahui pengertian pernikahan
2      Untuk mengetahui cara membentuk keluarga sakinah
3      Untuk mengetahui cara mencari jodoh
4      Untuk mengetahui pengertian meminang
5      Untuk mengetahui tujuan dan fungsi pernikahan
6      Untuk mengetahui hukun dan dasar pernikahan
7      Untuk mengetahui syarat dan rukun pernikahan
8      Untuk mengetahui pengertian thalaq dan macam-macamnya
9      Untuk mengetahui kasus-kasus dalam pernikahan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah aqad yang membolehkan pergaulan antara laki-laki dengan perempuan (suami-isteri), saling tolong menolong sesamanya dan membatasi apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diridhoi Allah SWT. Aqad ialah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan qabul ialah dari pihak calon suami atau wakilnya.
Perkawinan juga dapat diartikan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.[3]
Hadist Rasulullah SAW: “Nikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak menjalankan sunnahku, dia bukan umatku.”[4] Memahami hadist tersebut, bisa diambil pemaknaan bahwa nikah adalah anjuran (bukan kewajiban) yang bisa dikategorikan sebagai sunnah yang mendekati wajib, atau sunnah muakkad. Meskipun demikian, anjuran untuk menikah ini bobotnya bisa berubah-ubah menjadi wajib, makruh, mubah atau kembali ke hukum asalnya yaitu sunnah, sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya.
Dalil nikah terdapat dalam Al-qur’an yaitu pada surah An Nisa 4: 1, Yasin 36:36,  Adz Dzariyat 51: 49, dan hadist Nabi.

2.2  Mencari Jodoh
Islam mengajarkan agar orang yang ingin berkeluarga memiliki calon pasangannya dengan pertimbangan yang matang dan menjadikan agama sebagai bahan pertimbangan utama, sebagaimana dinyatakan Nabi dalam sabdanya :
“Seorang perempuan dikawini, karena empat hal: kecantikannya, hartanya, keturunannya dan agamanya. Pilihlah karena agamanya, engkau akan memperoleh keuntungan (H.R. Bukhari Muslim).”
Islam menganjurkan memiliki isteri yang sholihah, yaitu: mematuhi ketentuan agama, jujur, bersikap luhur, memperhatikan hak suami dan memelihara anak dengan baik. Wanita sholihah adalah wanita yang cantik, patuh, baik dan amanah. Perhatikan juga kufunya: umur, kedudukan sosial, dan pendidikan.
Dalam memilih calon suami ada beberapa syarat yaitu berakhlak mulia, baik keturunan, tidak zalim, tidak fasik, bukan ahli bid’ah, bukan pemabuk, tidak jahat, dan sedikit berbuat.

2.3  Meminang
Meminang adalah menunjukkan atau menyatakan permintaan untuk penjodohan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya baik secara langsung maupun dengan perantara seseorang yang di percayai.[5]

2.3.1    Perempuan yang boleh dipinang
1.    Wanita yang tidak bersuami.  
2.    Wanita yang tidak dalam thalak raj’i (thalak satu dan dua/dalam masa iddah.
3.    Wanita yang tidak ada halangan untuk dinikahi, baik halangan bersifat sementara atau selamanya. Contoh Adik, anak, mertua dan lain-lain.

2.3.2    Perempuan yang haram dinikahi
2.3.2.1  Perempuan yang haram dinikahi selamanya
Perempuan yang haram dinikahi selamanya, terdiri dari:
a. Dengan sebab pertalian saudara atau nasab, yaitu :
1.  Ibu, termasuk nenek dari pihak ibu dan bapak dan seterusnya keatas.
2.  Anak perempuan termasuk cucu-cucu perempuan terus kebawah.
4.  Saudara perempuan kandung, seayah atau seibu.
5.  Saudara perempuan bapak, baik kandung maupun seayah atau seibu.
6.  Saudara perempuan ibu baik sekandung, seayah maupun seibu.
7.  Anak perempuan saudara laki-laki ( keponakan).
8.  Anak perempuan saudara perempuan.

b. Dengan sebab pertalian pernikahan, yaitu :
1.  Mertua, termasuk mertua tiri.
2.  Anak tiri, jika ibunya telah digauli.
3.  menantu, termasuk bekas menantu.
4.  Ibu tiri, termasuk yang telah dicerai.

c. Dengan sebab pertalian susuan (radla’ah) yaitu :
1.  Perempuan yang menyususi ( ibu susuan).
2.  Saudara perempuan sesusuan, baik kandung, seayah maupun seibu.

 d.Dengan sebab Li’an (sumpah)
Li’an adalah sumpah (sebanyak empat kali) suami yang menuduh istrinya berzina. Apabila suami menuduh istrinya dengan berli’an maka suami istri tersebut telah bercerai untuk selama-lamanya, tidak boleh kembali lagi kepada istrinya.

2.3.2.2  Perempuan yang haram dinikahi sementara
Haram dinikahi sementara, terdiri dari :
1.    Perempuan yang masih berada dalam ikatan pernikahan, kalau sudah dicerai serta telah habis masa iddahnya boleh dinikahi.
2.    Mengumpulkan dua orang bersaudara.
3.    Perempuan yang dithalak dengan thalak tiga.
4.    Wanita dalam keadaan ihram (hajji).
5.    Karena perbedaan agama Q.S Al Baqarah (2) ayat 221.
6.    Perempuan zina (Q.S An Nur (24) ayat 3.
.
2.4  Tujuan, Fungsi dan Hikmah Pernikahan
2.4.1    Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan ialah untuk memenuhi hajat naluri manusia, sesuai petunjuk agama dalam rangka membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia lahir batin, harmonis, sejahtera, berdasar cinta kasih, dan kasih sayang, memenuhi perintah agama, menimbulkan rasa tanggung jawab, hak dan kewajiban serta mendapatkan keturunan yang harus dibina atau dipelihara dan dididik dengan baik. Agar kebahagiaan itu dapat dicapai maka langkah kearah itu harus dimulai sejak awal. Sejak mulai merencanakan membentuk rumah tangga, agama sebagai dasar hidup suami isteri perlu sama sekali. Karena itu bagi setiap muslim akad nikah menurut ajaran Islam adalah merupakan keharusan.
Agama Islam tidak akan mensyari'atkan sesuatu kecuali untuk tujuan yang mulia. Demikian halnya dengan nikah, ia mempunyai tujuan-tujuan tertentu, diantaranya: 
1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 
Nikah juga dalam rangka taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Apabila suami memiliki niat dan tujuan baik dalam nikah seraya ikhlas hanya karena Allah SWT, Rasulullah SAW telah bersabda: “Sesungguhmya semua perbuatan adalah dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang tergantung dari niatnya.” (H.R. Muttafaqqun Alaih) Firman-firman Allah SWT dan Hadits-hadits Rasul SAW telah menganjukan pernikahan dan menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya memerintahkan hamba-Nya untuk menikah. 

 2. Untuk 'iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang), ihshon (membentengi diri) dan mubadho'ah (bisa melakukan hubungan intim)
Pada hakekatnya nikah merupakan shadaqah. Rasulullah SAW bersabda: "Dan di kemaluan salah satu di antara kamu adalah shadaqah. Mereka berkata: Wahai Rasulullah, apakah ketika salah satu di antara kami mendatangi syahwatnya akan mendapatkan ganjaran? Rasulullah SAW menjawab: Coba lihat! Jika syahwat tadi disalurkan ke tempat yang diharamkan, apakah ia akan kena dosa? Mereka menjawab: Ya. Rasulullah SAW berkata: Begitupun halnya jika seseorang menyalurkan syahwatnya ke tempat yang dihalalkan maka ia mendapat ganjaran pahala." (H.R. Muslim dan An-Nasa'i) 
Di atas juga sudah disebutkan hadits Nabi SAW yang mensinyalir: "Tiga hak atas Allah SWT dimana Dia akan membantu hamba-Nya, orang yang nikah karena ingin menjauhkan perbuatan yang dilarang.” Ada Hadits yang mengungkap keutamaan 'iffah, bunyinya: “Ada tujuh orang yang akan mendapat lindungan Allah SWT pada hari dimana tiada satupun perlindungan kecuali hanya perlindungan dan naungan-Nya, di antara mereka adalah seorang pemuda yang dipanggil oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan dia berkata: Aku takut kepada Allah SWT.” (H.R. Bukhari dan Muslim) 
Menghindari fitnah bagi orang yang sudah menikah adalah lebih mudah ketimbang orang yang masih membujang. Karena timbulnya fitnah adalah dari penglihatan, pendengaran ataupun khayalan. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya: Wahai Maha Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku kepada taat-Mu. Aisyah berkata: Wahai Rasulallah SAW, kamu selalu memperbanyak doa seperti ini, apakah kamu sedang dalam keadaan takut? Rasulullah SAW menjawab: Tiada yang bisa menentramkanku wahai Aisyah! Hati manusia adalah antara dua jari dari beberapa jari milik Allah SWT, maka jika Allah SWT menghendaki membalikkan hatinya. Dan Rasulullah membalikkan jari telunjuk dan tengah. Nikah bisa menghalangi pandangan kepada selain isteri. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: Melihat ke wanita adalah anak panahnya iblis, maka barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah SWT niscaya Allah SWT akan memberikan ganjaran berupa iman yang bisa ditemukan kemanisannya di dalam hati." (H.R.Abu Daud dan at-Tirmidzi) 

3. Memperbanyak ummat Muhammad SAW
Ini sesuai dengan hadits Ma'qal bin Yasar, ia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, Sesungguhnya saya suka kepada seorang wanita. Dalam satu riwayat (memiliki harta dan kecantikan), tapi sayangnya dia tidak bisa melahirkan, apakah saya layak untuk menikahinya? Rasulullah SAW menjawab. Tidak. Kemudian laki-laki tadi datang kepada Rasulullah dengan hal yang sama untuk kedua kalinya tapi Rasul tetap melarangnya. Selanjutnya dia datang ketiga kalinya, Rasulullah SAW bersabda: "Nikahilah wanita yang disayangi dan yang bisa memberikan anak, sesungguhnya aku orang yang memperbanyak ummat untuk kalian semua.” 

4. Menyempurnakan agama 
Hal senada telah diriwayatkan oleh Anas r.a., beliau berkata: Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang dijaga oleh Allah SWT dari dua keburukan maka ia akan masuk surga: Sesuatu di antara dua bibir (lisan) dan sesuatu di antara dua kaki (kemaluan)." (H.R. at-Tirmidzi, menurutnya, Hadits Hasan Gharib, diriwayatkan juga oleh al-Hakim dalam Mustadrak, menurutnya, Isnadnya Shahih, al-Zahabi menyetujuinya dan al-Bani mentash-hihkan dalam al- Sahihah) 

5.  Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah
Rasulullah SAW bersabda: "Empat perkara yang menjadi bagian sunnahnya para utusan Allah SWT: Rasa malu, berwangian, siwak dan nikah." (H.R. at-Tirmidzi, menurutnya: Hadits Hasan Shahih) 

6. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan 
Allah untuk ayah dan ibu mereka saat masuk surga. Dari sebagian sahabat, mereka mendengar Rasulullah SAW bersabda,"Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke dalam surga, namun mereka berkata, Wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan ibu mereka datang. Maka Allah SWT berfirman, Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam surga, masuklah kamu semua ke dalam surga! Mereka menjawab, Wahai Tuhan kami, bagaimana nasib ayah dan ibu kami? Kemudian Allah menjawab, Masuklah kamu dan orang tuamu ke dalam surga ." (H.R. Ahmad dalam musnadnya) 

7. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, meluasnya perzinaan dan lain sebagainya.

8. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga, memberikan nafkah dan membantu isteri di rumah. 

9.    Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga memperkokoh lingkaran keluarga. 

10.  Saling mengenal dan saling menyayangi. 
Dalam hal ini Allah SWT berfirman: 
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. " (Q.S.A1 Hujuraat:13) 

11.  Menjadikan ketenangan dan kecintaan dalam jiwa suami dan isteri
Allah SWT telah bersinyalir dalam firman-Nya: 
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Q.S.Ar Ruum:21) 

12.  Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga islami yang sesuai dengan ajaran-Nya
Terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat Allah SWT maka tujuan nikahnya akan menyimpang. 

13.  Satu tanda kebesaran Allah SWT
Kita melihat orang yang sudah menikah, awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya, tapi dengan melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya bisa merekat. 

14.  Memperbanyak keturunan ummat Islam dan menyemarakkan bumi melalui proses pernikahan
Rasulullah SAW telah bersabda: "Menikahlah kamu sekalian dengan wanita yang kamu sayangi dan yang bisa melahirkan, maka sesungguhnya aku bangga terhadap ummatku karena kamu pada hari kiamat.” 
Imam al-Ghazali berkata, "Dalam nikah ada lima manfaat yang bisa dipetik: Anak, menyalurkan hawa nafsu, mengatur rumah tangga, banyak kelompok / kabilah dan perjuangan diri." Beliau juga mengatakan, bagi yang menikah dengan tujuan ingin memiliki keturunan maka ia akan mendapat ganjaran pahala dengan niat yang baik. 
Dalam hal ini beliau memperinci beberapa keterangan: 
§  Kerelaan mencintai Allah SWT untuk memiliki keturunan karena ingin meneruskan generasi. 
§  Mencari kecintaan Rasulullah SAW untuk memperbanyak keturunan. 
§  Mencari berkah, memperkaya ganjaran pahala, meminta ampunan dosa melalui anak yang shaleh setelah meninggal dunia. 

Diriwayatkan dari Umar r.a., ia berkata, "Sesungguhnya aku akan menikah sekalipun tidak ada kebutuhan apapun dan aku ingin bersetubuh meskipun aku tidak memiliki hawa nafsu." Lantas Umar ditanya, Apa yang membuatmu bisa berkeinginan seperti itu wahai Amirul Mukminin?" Umar menjawab, "Saya ingin pada hari kiamat nanti keluar dari diri saya orang yang dibanggakan oleh Nabi SAW." 
Imam Ahmad berkata, "Demi Allah, sesungguhnya tangisan anak kecil yang meminta roti menurutku adalah lebih baik daripada beribadah sunnah." Dari Sa'id bin Jubair, ia berkata, "Ibnu Abbas berkata kepadaku, Apakah kamu sudah menikah? Aku menjawab, Belum. Ibnu Abbas berkata lagi, Menikahlah kamu, sesungguhnya sebaik-baiknya ummat adalah yang paling banyak wanitanya. (H.R. Bukhari) 
Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, Meskipun aku tahu bahwa usiaku hanya tinggal sepuluh malam lagi, maka aku tidak akan melepaskan kedekatanku dengan isteri. 
Imam Ahmad ditanya, Apakah seseorang laki-laki akan diberikan ganjaran pahala jika ia menikah meskipun tidak memiliki hawa nafsu?" Imam Ahmad menjawab, "Ya, Demi Allah! Seorang anak akan memintakan ganjaran pahala. Dan ganjaranpun tetap dapat sekalipun tidak menghasilkan anak." 
Dari Maisarah, ia berkata, Thawus telah berkata kepadaku, Hendaknya kamu menikah atau saya katakan sesuai yang dikatakan Umar kepada Abu Zawaid: Apa yang membuat kamu tidak menikah membuat kamu tergolong orang yang naif'. (Umar menganjurkannya agar menikah, khususnya ketika melihat Abu Zawaid yang sudah berumur tua namun belum menikah) . 
Wahab bin Munabbih berkata, Orang membujang (tidak menikah) adalah seperti pohon di tanah kosong, gersang yang tidak ditumbuhi tanaman dimana ia menghadapinya begini dan begini. Para Nabi meminta kepada Allah agar dikaruniakan anak.

Allah SWT berfirman, mengisahkan Nabi Zakaria A.S.: 
"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do'a." (Q.S.Ali Imran:38) 

Allah SWT berfirman juga: 
“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris Yang paling baik." (Q.S.A1 Anbiyaa': 89) 

Allah SWT juga menceritakan Nabi Ibrahim dalam firmannya: 
"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang- orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku." (Q.S.Ibrahim:40) 

Allah SWT juga berfirman: 
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan." (Q.S.Ar Ra'd:38) 
Dengan demikian, hati-hatilah dengan anjuran yang dilansir oleh para musuh Islam dalam bentuk pembatasan Keturunan. Karena pada hakekatnya mereka berupaya untuk melemahkan dan mematahkan umat Islam dengan cara yang tersebut. Dengan cara ini mereka bisa memonitor generasi Islam yang tidak banyak. 

15.Untuk mengikuti panggilan 'iffah dan menjaga pandangan mata kepada hal-hal yang diharamkan

2.4.2    Fungsi Pernikahan
Pernikahan berfungsi sebagai berikut :
1.  Mentaati perintah Allah dan Rasul.
2.  Menjaga diri dari berbuat zina.
3.  Mendapatkan keturunan, meramaikan atau memakmurkan bumi serta memperbanyak umat.
4.  Menenangkan hati.
5.  Mengatur dan menertibkan hidup melalui isteri yang shalihah.

2.4.3    Hikmah Pernikahan
Adapun manfaat atau hikmah pernikahan itu antara lain :
a. Tersalurnya nafsu seksual dengan sebaik-baiknya.
b. Mendapatkan keturunan yang shaleh.
c. Menumbuhkan sifat kebapakan dan keibuan.
d. Menumbuhkan aktifitas berusaha mencari rezki yang halal.
e. Memperteguh rasa kasih sayang baik antara sesama keluarga maupun famili.

2.5  Hukum dan Dasar Pernikahan
2.5.1  Hukum Pernikahan
Pernikahan dapat digolongkan kepadalimamacam hukum, yaitu :
a.       Wajib, Pernikahan wajib bagi orang yang sudah berkeinginan untuk menikah, mampu menanggung resiko dan tanggung jawab serta merasa kuatir dirinya terjerumus kepada perzinaan apabila tidak menikah.
b.      Sunnah, Pernikahan hukumnya sunnat bagi orang yang berkeinginan untuk menikah, mampu menanggung resiko dan tanggung jawab, tetapi ia tidak kuatir dirinya terjerumus kepada perzinaan apabila tidak menikah.
c.       Haram, Pernikahan hukumnya haram bagi orang yang mengetahui dirinya tidak mampu hidup berumah tangga dan melaksanakan kewajibannya sebagai suami isteri. Demikian juga haram menikah bagi orang yang memiliki tujuan menikah untuk menyakiti isterinya.
d.      Makruh, Pernikahan hukumnya makruh bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan pelayanan yang selayaknya, sementara ia sendiri belum mempunyai keinginan untuk menikah.
e.       Mubah, Perkawinan dihukumkan mubah (boleh) bagi orang yang berkeinginan untuk menikah sedangkan ia sendiri mampu menjaga dirinya untuk tidak berzina.

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (32) وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (QS. Annur (24) ayat 32-33)

2.5.2  Dasar Pernikahan
Dasar pernikahan menurut Islam adalah satu isteri (monogami), lebih dari satu isteri adalah alternatif dengan syarat berat sekali (kemampuan lahir batin: Surat An Nisa 4: 3).
Pernikahan sebagai bagian dari ajaran Islam telah dinyatakan Allah dalam firman-Nya dan Sunnah Nabi Muhammad saw antara lain :

1.       Q.S Ar Rum (30) ayat 21
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ
 لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

2.      Q.S An Nisa’ (4) ayat 1
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…”.

3.      Sabda Rasulullah SAW
“Dari Abdullah bin Mas’ud Rasulullah berkata kepada kami : “Hai para pemuda siapa sanggup diantara kamu untuk menikah maka hendaklah dia menikah karena sesungguhnya pernikahan itu akan merendahkan penglihatan dan lebih memelihara kehormatan dan siapa yang tidak sanggup untuk menikah maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu laksana pengebirian. (H.R Bukhari dan Muslim).”

4.      QS. An-Nur (24) : 32
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui”.

5.      QS. Adz Dzariyaat (51) : 49
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”

6.      QS. Yaa Siin (36) : 36
“Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”

7.      Qs. An Nahl (16) : 72
“Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik”.

8.      Qs. At Taubah (9) : 71
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

9.      Qs. Al Ahzaab (33) : 36
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata.”

10.  Qs. An Nuur (24) : 26
“Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga).”

2.6  Syarat dan Rukun Pernikahan
2.6.1    Syarat Pernikahan
a. Calon pengantin pria syaratnya:
1.    Beragama Islam
2.    Laki-laki (bukan banci)
3.    Orangnya diketahui, jelas, tak ragu-ragu
4.    Tidak ada larangan nikah dengan calon pengantin wanita
5.    Mengenal dan mengetahui calon istrinya
6.    Rela, tak dipaksa
7.    Tidak sedang ihram
8.    Tidak mempunyai istri yang dilarang dimadu dengan calon istrinya
9.    Tidak ada larangan lain, misalnya istrinya sudah empat orang

b. Calon pengantin wanita syaratnya:
1.    Beragama Islam
2.    Wanita asli
3.    Orangnya diketahui, jelas
4.    Tidak dalam masa ‘iddah
5.    Tidak dipaksa

c. Calon wali syaratnya:
1.    laki-laki.
2.    Islam.
3.    Baligh.
2.    Berakal.
3.    Merdeka.
4.    Adil, menjalankan perintah agama.
5.    Tidak sedang melaksanakan ihram (haji).

d. Syarat-syarat saksi yaitu:
1.    Islam
2.    Baligh
3.    Berakal
4.    Merdeka
5.    Laki-laki
6.    Adil, menjalankan perintah agama
7.    Tidak sedang melaksanakan ihram (hajji)
لانكاح إلا بولي وشاهدي عدل. (رواه الشيخان)
“Tidaklah sah nikah tanpa wali dan dua orang saksi yang adil”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2.6.2    Rukun Pernikahan
1.    Calon suami
Syaratnya yaitu: islam, tidak dipaksa, bukan mahramnya, tidak sedang melakukan ibadah haji atau umrah.
2.    Calon isteri
Syaratnya yaitu: islam, tidak dipaksa, bukan mahramnya, tidak sedang melakukan ibadah haji atau umrah, tidak dalam masa iddah, tidak bersuami, telah mendapatkan ijin dari wali.
3.    Dua orang saksi
Syaratnya yaitu:
a.    Dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki
b.    Ditambah dua orang wanita
c.    Muslim
d.    Baligh
e.    Berakal (mendengar dan mengerti maksud nikah)
4.    Ijab qabul
 Ijab qobul dilakukan dengan mengatakan nikah atau zawaj, ada kecocokan antara ijab dan qobul, berturu-turut dan tidak ada syarat yang memberatkan.
Ijab atau perkataan dari wali: “Hai…1) Saya nikahkan kamu dengan anak saya bernama….2) dengan maskawin ….3) kontan/hutang….4)”. Langsung dijawab (qa-bul) oleh calon pengantin laki-laki: “Saya terima nikahnya….2) anak Bapak, dengan maskawin….3) kontan/hutang….4)”

Keterangan:
1.    Sebut nama pengantin laki-laki
2.    Sebut nama pengantin wanita
3.    Sebut nama dan ukuran maskawainnya. Misal: “emas seberat 5 gram”
4.    Sebut “kontan” apabila maskawinnya ada dan dibayar kontan, dan sebut “hutang” apabila maskawinnya dihutang

5.    Wali, yaitu orang yang bertanggung jawab untuk mengawinkan anak gadisnya atau orang yang dibawah perwaliannya.
Syarat wali yaitu : islam, dewasa, sehal akalnya dan tidak fasik.
Orang-orang yang berhak menjadi wali nikah berdasarkan keturunan, yaitu:
1.    Bapak kandung.
2.    Kakak laki-laki.
3.    Saudara laki-laki sekandung.
4.    Saudara laki-laki sebapak.
5.    Saudara laki-laki seibu.
6.    Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
7.    Anak laki-laki saudara seayah.
8.    Paman dari pihak bapak.
9.    Anak lkai-laki dari paman dari pihak bapak.

Macam-macam wali dari segi haknya, yaitu:
1.    Wali Mujbir (paksa), adalah wali yang mempunyai kekuatan untuk menikahkan anaknya dengan ketentuan anak tersebut di bawah umur atau kurang waras.
2.    Wali Hakim, adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali, atau walinya menolak menikahkan anaknya
6.    Mahar
7.    Di satu tempat (satu ruangan)

2.7  Putusnya Ikatan Pernikahan
1.  Kematian
Bila salah seorang di antara suami isteri meninggal dunia, maka putuslah ikatan pernikahannya. Seorang suami dapat melakukan pernikahan lagi dengan wanita lain, begitu pula dengan sang isteri. Isteri boleh melakukan pernikahan lagi dengan laki-laki lain setelah habis masa iddahnya (menunggu) yang lamanya telah ditentukan oleh syari’at.
Masa iddah atau masa menunggu bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya adalah:
1.    Sampai melahirkan, kalau ia sedang hamil
2.    4 bulan 10 hari, apabila dalam keadaan suci.

2.  Thalaq 
Thalaq artinya lepasnya ikatan. Thalaq adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan mempergunakan kata tertentu[6]. Dalam arti syari’at thalaq berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan lafaz thalaq atau lafaz lain yang identik dengan thalaq. Di dalam ajaran Islam thalaq bukan suatu hal yang disukai bahkan dibenci meskipun tidak diharamkan.

Dilihat dari segi keadaan isteri yang dijatuhi thalaq, maka thalaq itu ada dua macam, yaitu :
1.  Thalaq sunni, yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada isterinya dalam keadaan suci dan belum dicampuri oleh suami.
2.  Thalaq bid’i, yaitu thalaq yang dilakukan oleh suami kepada isterinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci tetapi sudah dicampurinya. Thalaq ini hukumnya haram.

Dilihat dari segi tidaknya ucapan thalaq, thalaq terbagi menjadi dua yaitu:
a.    Thalaq sharih, thalaq dengan kata-kata yang jelas dan tegas
b.    Thalaq kinayah, thalaq dengan kata-kata sindiran atau samaran.

Dilihat dari segi boleh tidaknya suami merujuk isterinya, thalaq dapat dibagi dua bagian, yaitu :
a.  Thalaq raj’i
Thalaq raj’I yaitu thalaq yang membolehkan bekas suami untuk merujuk bekas isterinya sebelum masa iddah sang isteri habis. Kembalinya suami kepada isterinya pada masa ini tidak perlu pernikahan baru dan hanya berlaku pada thalaq satu dan dua.

b.  Thalaq ba’in
Thalaq ba’in yaitu thalaq yang tidak membolehkan suami untuk merujuk bekas isterinya, tetapi harus dengan pernikahan baru. Thalaq ini terbagi dua yaitu :
1.    Thalaq ba’in sugra, yaitu thalaq yang tidak membolehkan bekas suami merujuk bekas isterinya, tetapi harus melalui perkawinan baru. Thalaq ini adalah thalaq yang dijatuhkan kepada isteri dengan disertai ‘iwadl (pengganti).
2.    Thalaq ba’in kubra, yaitu thalaq tiga, dimana bekas suami tidak dibolehkan mengawini kembali bekas isterinya, kecuali bekas isterinya telah dinikahi terlebih dahulu oleh orang lain, telah bergaul dengan suami barunya dan kemudian dicerai.

3.  Khulu’
Khulu’ adalah perceraian antara suami isteri dengan cara membayar uang ‘iwadl (pengganti). Isteri dibolehkan meminta khulu’ pada suaminya dengan syarat :
1.    Suami berzina dengan perempuan lain.
2.    Suaminya pemabuk.
3.    Suaminya tidak menajalankan ajaran Islam.
4.    Isteri tidak senang lagi dengan tingkah laku suami.
Thalaq yang jatuh dengan ‘iwadl tidak dapat dirujuk, kecuali dengan perkawinan baru.

4.  Fasakh
Fasakh adalah perceraian yang diputuskan oleh hakim atas permintaan pihak isteri. Hal ini boleh dilakukan dengan syarat :
1.    Suami gila.
2.    Suami berpenyakit kusta, sopak.
3.    Suaminya sakit kelamin, ssehingga tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan biologis isterinya.
4.    Suaminya tidak dapat memberi nafkah.
5.    Suaminya hilang tidak tentu adanya.

5.  Syiqaq
Syiqaq adalah perceraian yang diakibatkan oleh pertengkaran di antara suami isteri serta tidak dapat didamaikan lagi.

6.  Iddah
Iddah adalah masa menunggu bagi perempuan yang diceraikan atau ditinggal mati oleh suaminya untuk dapat menikah lagi dengan laki-laki lain. Masa iddah yang dijalani oleh perempuan itu beraneka ragam, yakni :
1.  Iddah isteri yang dicerai dan dia masih haid, lama iddahnya tiga kali quru’ (suci).
2.  Iddah isteri yang dicerai dan sudah tidak lagi haid (menopause), iddahnya tiga bulan.
3.  Iddah isteri yang ditinggal mati suami, lamanya 4 bulan 10 hari.
4.  Iddah isteri yang dicerai dalam keadaan hamil, lamanya sampai melahirkan.

2.8  Kasus-kasus Pernikahan
1.  Taklik Thalaq (janji setelah nikah)
Taklik thalaq adalah thalaq yang dikaitkan dengan sesuatu, jika sesuatu itu terjadi maka thalaq dianggap jatuh. Dalam pelaksanaannya seorang isteri meminta suaminya untuk berjanji dengan cara mengucapkan ta’lik thalaq, yaitu thalaq yang dikaitkan (ta’lik) dengan perbuatan suami antara lain:
1.    Jika meninggalkan isteri selama dua tahun berturut turut.
2.    Tidak memberi nafkah wajib kepada isteri selama tiga bulan.
3.    Menyakiti badan/ jasmani isteri.
4.    Membiarkan isterinya enam bulan berturut-turut.
Apabila peristiwa itu terjadi maka isteri dapat mengadukan suaminya ke Pengadilan Agama dan membayar uang ‘iwadl kepada suaminya maka jatuhlah thalaq satu kepada isterinya. Ta’lik thalaq semacam ini sah, jika suami menerima dan mau mengucapkan janjinya serta dibuktikan dengan membubuhkan tanda tangannya.

2.  Perkawinan campuran
a.    Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan.
b.    Perkawinan antar orang yang berbeda warga Negara, jika keduanya orang Islam maka dinikahkan di KUA.
c.    Perkawinan antar dua pemeluk agama berbeda. Islam tidak mengatur dan tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Islam melarang perkawinan dua pemeluk agama berbeda. Hal tersebut dilarang karena:
§  Dalam satu keluarga harus satu akidak atau satu tauhid. Bila berbeda agama berarti lepas hubungan kekeluargaan, termasuk hak waris.
§  Tujuan perkawinan adalah menciptakan ketenangan, kasih sayang dan kesejahteraan serta keturunan, maka harus satu komando, atau satu agama.

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ
وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ.
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.(QS. Al-Baqarah (2) ayat 221)

Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan mana saja yang masuk ke dalam suatu kaum yang bukan dari golongannya, maka tidak ada tanggungjawab Alah sedikit pun atas dirinya, dan Allah tidak akan memasukkan ke surga. Dan siapapun laki-laki yang mengingkari anaknya sedang ia melihatnya, maka Allah akan menghijab (menutup) dirinya dan ia akan dihinakan dihadapan banyak makhluk”.

Konflik keluarga biasanya disebabkan:
(1) Tidak ada kesatuan antara suami dengan isteri
(2) Rumah tangga tanpa agama
(3) Rumah tangga banyak agama
(4) Pengaruh orang tua

Akibat perkawinan campuran:
a. Kerenggangan antar keluarga suami/isteri
b. Keluarga berbeda agama akan terkucil dan sulit kembali ke keluarga besarnya
c. Kesulitan perkembangan anak

 3. Kawin Hamil
Kawin hamil adalah pernikahan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah dihamilinya. Seorang wanita yang hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan seorang laki-laki yang menghamilinya [7]. Perkawinan tersebut dapat dilakukan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Bagi keduanya tidak perlu melakukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandungnya lahir.

4. Nikah Mut’ah (kontrak pernikahan)
Kata Mut’ah artinya bersenang-senang untuk sementara. Nikah mut’ah yaotu pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan selama waktu tertentu. Nikah mut’ah menyalahi ketentuan dalam syari’at pernikahan, adanya pembatasan waktu pernikahan, tak ada cerai, tak ada iddah, dan tak ada waris, tidak dijiwai oleh keinginan membangun kehidupan keluarga selama waktu yang dikehendaki oleh Allah dan semata-mata untuk pemuas nafsu.
Rasulullah SAW bersabda: “Dahulu saya pernah mengizinkan kamu sekalian menikahi perempuan secara mut’ah, tetapi kini Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat. Barang siapa yang masih mempunyai istri yang dinikahi secara mu’ah, hendaklah melepaskannya dan janganlah kamu meminta kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka”. Sayyidina Ali RA. Berkata: “Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah…”. (HR. Muttafaq ‘alaih)
Dalam pernikahan muth’ah disebutkan masa berlakunya kontrak dan setelah mas itu berakhir maka dengan sendirinya pernikahan tidak berlaku lagi. Hanya dinyatakan sah oleh kaum Syiah Itsna Asyariyah atau disebut kaum Syiah Imamiyah.
Zamakhasyari dalam kitabnya Al-Kasysyaf menolak bahwa surat An-Nisa ayat 24 berkenaan dengan pembolehannya dilangsungkan pernikahan muth’ah. Menurutnya, muth’ah berarti kesenangan atau keuntungan. Laki-laki mengambil keuntungan dengan melampiaskan hasratnya dan wanita mengambil keuntungan dari mahar yang diberikan.

5.  Perjanjian Perkawinan
Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan. Biasanya perjanjian dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing suami atau isteri, isinya diserahkan kepada para pihak. Perjanjian perkawinan berlaku sejak perkawinan berlangsung. Berdasarkan KUH perdata, perjanjian perkawinan tidak dapat diubah. Menurut UU perkawinan perubahan dimungkinkan asal tidak merugikan pihak ketiga. Perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis, disahkan pegawai pencatat perkawinan. Perjanjian perkawinan disebut juga perjanjian pra nikah.

Pada UU Perkawinan No.1 tahun 1974 Bab V pasal 29 dinyatakan :
(1)    Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihka atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.
(2)    Perkawinan tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar hukum, agama dan keasusilaan.
(3)    Selama perkawinan dilangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuai bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihka ketiga.

6.   Poligami
Q.S. An-Nisa (4:3)
Dan jika kamu tidak takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Q.S. An-Nisa (3:129)
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

 Makna yang terkandung dalam surat An-Nisa ayat 3 yaitu:
1.    Untuk memberi bimbingan kepada kaum muslim menghadapi situasi setelah perang Uhud.
2.    Bilangan dua, tiga atau empat merupakan langkah pembatasan sekaligus koreksi atas tradisi poligami tanpa batas pada waktu itu.
3.    Poligami diperbolehkan daripada melakukan perbuatan maksiat seperti zina.

Pengadilan hanya memberi ijin berpoligami, apabila [8] :
1.    Istri tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri.
2.    Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
3.    Istri tidak dapat memberikan keturunan.

Dalam mengajukan poligami harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
1.    Ada persetujuan istri.
2.    Adanya keputusan bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
3.    Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

7.   Nikah Siri
Nikah sirih adalah nikah yang disembunyikan / tidak diketahui masyarakat / dirahasiakan / tidak ada catatan di kantor urusan agama (KUA).
Dalam syarat dan rukun pernikahan yang terdiri dari calon pengantin laki-laki dan perempuan, wali nikah, dua orang saksi, mahar dan ijab qobul, jika semua telah terpenuhi maka pernikahan dianggap sah. Maka dalam perspektif Islam, nikah siri relatif dianggap sah.
Lalu mengapa nikah siri dipermasahkan?
1.    Al-qur’an menganjurkan mencatat tentang sesuatu yang berhubungan dengan akad.
2.    Berdasarkan dalil-dalil ushuliyyun serta kaidah-kaidah fiqihnya, kalangan fuqoha mengklasifikasi boleh dan tidaknya pernikahan siri dilakukan tergantung lengkap tidaknya syarat dan rukun nikah, serta aspek manfaat dan mudharatnya.
3.    `Secara hukum[9] disebutkan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicacat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.    Pernikahan adalah suatu proses hukum, sehingga hal-hal yang muncul atau tindakan akibat pernikahan adalah tindakan hukum yang mendapatkan perlindungan secara hukum.
5.    Jika suatu saat pihak laki-laki pernikahan, dia tidak akan mendapat sanksi apapun karena tidak ada bukti otentik.
6.    Sebagai ad-dien yang sempurna, dimana pemenuhan janji kepada Allah mestinya juga sejajar dengan pemenuhan janji kepada manusia.
7.    Nikah siri tidak mempunyai akta nikah, yang secara hukum negara dianggap illegal.
8.    Segala hal yang illegal meski sebagian kalangan menganggapnya sah sebenarnya hanya bisa dilakukan pada situasi tertentu.
  


BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Pernikahan adalah aqad yang membolehkan pergaulan antara laki-laki dengan perempuan (suami-isteri), saling tolong menolong sesamanya dan membatasi apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diridhoi Allah SWT.
Islam mengajarkan agar orang yang ingin berkeluarga memiliki calon pasangannya dengan pertimbangan yang matang dan menjadikan agama sebagai bahan pertimbangan utama.
Dalam meminang harus mengetahui perempuan yang boleh dipinang dan yang haram dipinang. Baik perempuan yang haram dipinang selamanya maupun haram dipinang sementara.
Tujuan pernikahan ialah untuk memenuhi hajat naluri manusia, sesuai petunjuk agama dalam rangka membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia lahir batin, harmonis, sejahtera, berdasar cinta kasih, dan kasih sayang, memenuhi perintah agama, menimbulkan rasa tanggung jawab, hak dan kewajiban serta mendapatkan keturunan yang harus dibina atau dipelihara dan dididik dengan baik.
Pernikahan baru dapat dikatakan sah apabila terpenuhinya syarat dan rukun pernikahan. Rukun pernikahan terdiri dari calon pengantin pria, calon pengantin wanita, wali, dua orang saksi, mahar dan ijab qabul.
Salah satu penyebab putusnya ikatan pernikahan adalah thalaq. Thalaq dapat dilihat dari segi keadaan istri yang dijatuhi thalaq, segi tidaknya ucapan thalaq, segi boleh tidaknya suami merujuk istrinya.
Kasus-kasus pernikahan terdiri dari taklik thalaq, perkawinan campuran, kawin hamil, nikah mut’ah, perjanjian perkawinan, poligami, dan nikah siri.

3.2   Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa dengan lapang dada menerima masukan dan arahan serta kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Abidin Slamet, Drs. H. Aminudin. 1999. Fiqh Munakahat I. Bandung : CV Pustaka Setia
Al-Utsaiin Muhammad Sholeh, Syekh Abdul Aziz Ibn Muhammad Dawud. 1991. Pernikahan Islami : Dasar Hidup Berumah Tangga. Surabaya : Risalah Gusti
Idris ramulyo Muh. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Rasjid Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Syarifuddin Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang – Undang Perkawinan. Jakarta : Kencana

Dikutip dari website:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam diakses pada tanggal 19 Juli 2014
http://hukum.unsrat.ac.id/ma/kompilasi.pdf diakses tanggal 18 Juli 2014